Selasa, 07 Juni 2011

Sungguh Semua Anak Mau Belajar


Asal metodenya tepat, ketahuilah semua anak mau belajar. Sebagian orangtua mengatakan anaknya begitu malas sekali untuk membuka buku pelajaran. Harus disuruh-suruh terus mengerjakan PR ...jika ada PR. Seperti cerita berikut ini:   "Assalamu'alaikum. Abah saya mau tanya, putra saya yg pertama sekarang sudah kelas 3, tapi sejak beberapa bulan ini kadang-kadang mulai agak malas untuk belajar, harus diingatkan dulu kecuali kalau ada PR. Apa saya yang salah mendidiknya? Menurut Abah bagamana caranya supaya anak mau belajar tanpa disuruh?  Terima kasih Abah."   Anak yang malas ngerjain PR belum tentu malas belajar. PR itu sendiri sebenarnya tidak tepat diberikan anak-anak kelas 1-3 karena konsep berpikir mereka yang masih ekploratif bukan akademik. Fase kelas 1-3  fase transisi. Coba tanya pada diri kita sendiri, apakah waktu kita sekolah dulu menyukai PR? berapa banyak dari kita yang senang jika dikasi PR? Senang loh ya bukan rajin mengerjakan PR? Adakah diantara kita yang mengharapkan dikasi PR?  Adakah diantara kita yang hobby mengerjakan PR.   Sebagian kita memang ada yang dari kecil rajin mengerjakan PR. Tapi rajin mengerjakan PR bukan berarti kita begitu menyenanginya bukan?    Karena itu mari paradigmanya kita rubah. Semua anak mau belajar asal diberikan metode yang tepat. UNDANG ANAK BELAJAR, bukan SURUH ANAK BELAJAR!    Tidak bisa dipungkiri, ada anak istimewa yang mau belajar sendiri meski tak disuruh. Tetapi meski mereka mau belajar sendiri tanpa diminta orangtuanya sekalipun, yang ideal semua anak SD saat belajar itu sebenarnya ditemani, dibimbing, bukan disuruh-suruh. Inilah fungsi kita sebagai orangtua. Mencari nafkah bagi abah adalah kewajiban. Tapi mencari nafkah tidak menggugurkan kewajiban abah yang lain ketika punya anak: mendidik anak!   Karena itu meski mungkin kadang lelah setelah seharian bekerja. Menyempatkan waktu untuk menemani dan membimbing anak belajar juga tak boleh dilepaskan.    Sebenarnya anak-anak itu secara alamiah senang belajar. Dan jika metodenya tepat, bahkan yang bergembira dengan belajar, bukan hanya anak, tapi abah yang menemaninya pun mendapatkan banyak kegembiraan.    Misalnya, saat hari ini anak abah yang kelas 2 SD (salma) belajar tentang AIR (sains). Worksheet (buku pelajaran anak) anak abah bisa jadi bahan seru untuk belajar.    Abah mulai dari bercerita tentang air. Kita boleh namakan air itu dengan sebutan Ara, Aira, Al-Water. Sebut saja, "ada setetes air bernama al-water."   "Ia kadang diam, kadang bergerak! Saat di danau dan kolam, al-water senangnya diam. Tapi saat di sungai al water senangnnya bergerak."    "Awal water klo bergerak senangnya itu bergerak (mengalir) dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah!"   "Menurut kamu, bisakah al water bergerak dari tempat yang rendah ke tinggi?"   Dan seterusnya, bahkan saat semalam belajar ini, subuh tadi salma meminta lagi untuk belajar. Ia benar-benar ketagihan belajar! karena ini membuatnya PENASARAN! membuatnya ingin tahu lebih banyak!    Apalagi ketika abah memperlihatkan percobaan dengan gelas tentang sifat-sifat air, memperlihatkan bola dunia yang ternyata bagian air jauh lebih banyak darpada bagian daratan dst.    Jadi, tak ada lagi istilah anak tidak senang belajar! Apalagi divonis malas belajar! yang ada adalah orangtua ynag hanya nyuruh-nyuruh belajar! Tapi tidak mendampingi belajar!    Tak ada lagi anak yang ogah-ogahan belajar, yang ada adalah kita yang menggunakan metode belajar 'akademik' yang sesuai dengan otak dewasa , dipaksakan dengan otak anak-anak.    Apakah harus ditemani terus belajar?! Tidak! Tapi fase SD adalah fase untuk anak pengenalan belajar akdemik. Fase ini adalah fase dimana anak dilatih untuk menyukai belajar akdemik. Insya Allah pada waktunya nanti (mulai SMP) anak-anak karena sudah terlatih tidak usah lagi ditemani pun sudah terlatih bagaimana menggali bahan ajar sehingga menarik minat dia terus bereksplorasi.  
Oleh: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari  email. inspirasipspa@yahoo.com  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar